Menurut Praktisi Hukum, Rangkap Jabatan Moeldoko Sebagai KSP Dan Ketum Partai Demokrat Dinilai Tak Masalah

 

Nasional, www.wartasulut.com, – Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD) yang dilangusngkan di Deliserdang Sumatera Utara (Sumut)beberapa hari lalu memutuskan mengangkat Jenderal (Purn) Moeldoko sebagai ketua umum, menjadi polemik lantaran ia menjabat sebagai Kepala Kantor Staf Pemerintah (KSP).

Praktisi Hukum Saiful Huda Ems berpendapat, menjadi Kepala KSP sekaligus menjadi Ketua Umum Parpol bukanlah bentuk dari dualisme jabatan.
“Kepala KSP merupakan bentuk jabatan (pejabat pemerintahan), namun ketua umum parpol bukanlah bentuk dari jabatan (bukan termasuk pejabat pemerintahan), karena itu menjadi Kepala KSP sekaligus menjadi ketum partai bukanlah bentuk dari dualisme jabatan. Jadi tidak ada masalah dan tidak perlu dipermasalahkan,” kata Saiful Huda melalui pesan tertulisnya, Minggu (7/3/2021).
Menurutnya, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Parpol harus mengacu pada Undang-Undang (UU) Parpol dan Konstitusi. Jika tidak, maka AD/ART parpolnya bermasalah atau kepengurusan sebelumnya yang bermasalah, bukan KLB-nya yang bermasalah.
Sebab kata dia, AD/ART bukan hanya masalah internal partai, namun juga masalah eksternal. “Semua AD/ART Parpol harus tunduk pada hukum negara. Berbeda dengan urusan KLB atau sengketa Kepengurusan Parpol, itu merupakan persoalan internal Parpol dan Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) serta PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) hanya bertindak sebagai wasit dan juri saja, jika itu diumpamakan sebuah pertandingan olah raga,” kata Saiful.

Saiful mengungkapkan, jika KLB Deliserdang merupakan upaya untuk merivisi AD/ART PD dan untuk mengoreksi manajemen serta mengganti kepengurusan PD sebelumnya yang lebih sesuai dengan UU Parpol dan Konstitusi, maka hasil KLB Deliserdang seharusnya dianggap sebagai yang sah atau legal.
Dikatakannya, apabila nantinya Kemenhukam mensahkan Kepengurusan PD dari hasil Kongres Deli Serdang, maka Kepengurusan PD versi Cikeas bisa menggugat putusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukham) ke PTUN.
“Sebelum memberikan putusan soal pengesahan, Kemenhukam biasanya memediasi kedua belah pihak yang bersengketa, pun demikian dengan PTUN. Namun, jika sudah ditetapkan Kepengurusan PD hasil KLB Deliserdang misalnya, sebagai pihak yang menang, maka Kepengurusan PD versi Cikeas harus membubarkan diri atau membentuk partai dengan nama lain dan lambang lain,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *